Tuesday, December 22, 2015

St.Luke Methodist Hospital

Ada 3 hal yang gw benci: rumah sakit (RS), darah, dan dokter. Menurut gw rumah sakit itu beraroma kematian. Kalau darah, gw parno sama darah karena punya pengalaman buruk saat donor darah pertama (dan terakhir) kali pas SMA. RS dan darah itu identik dengan dokter, gw jadi ikut-ikutan benci sama dokter. Jarannnggg banget gw berobat ke dokter. Kalau orang lain sakit, biasanya mereka akan kehilangan nafsu makan dan lemas. Kalau gw beda, gw makin nafsu makan, biar cepat sehat, jadi bisa terhindar dari dokter dan RS. Pepatah bilang, jangan terlalu benci sama sesuatu, ntar kualat malah berjodoh. Dan gw kena kualat di Srilanka.

Di Puttur (desa kecil di utara Srilanka), gw ditempatkan di RS, tempat yang gw benci selama hayat dikandung badan. Karena ini daerah masyarakat menengah ke bawah, bukan hal yang aneh kalau pasien datang dengan sarung atau tanpa menggunakan alas kaki. Di RS ini gw bertemu pasien dengan segala keunikannya. Pasien yang bawel, pasien yang tampan, sampai pasien yang minta akun facebook. Karena ini desa kecil dengan rumah sakit kecil, jadi pasien yang datang ga terlalu banyak mudah diingat. Terkadang pasien datang sambil bawa buah tangan macam sekantong permen, buah, kue-kuean, bahkan beberapa pernah kirim kartu natal dan undangan nikah. Semoga aja ada pasien tajir nan baik hati yang ngasi tiket liburan ke Indonesiahhh.



Pengalaman yang paling membekas selama gw beraktivitas di RS ini adalah seorang pasien ibu muda yang menggendong bayi berusia 14 hari. Ibu muda ini cuman datang berdua dan naik kendaraan umum. Miris sih, ibu ini kan baru 2 minggu lahiran, pastinya masih sakit. Menggendong bayinya yang masih merah. Tetapi pasti ada alasan logis yang membuat suami ataupun kerabat si ibu ini tidak ada yang menemani. Si bayi mengalami infeksi di bagian pusarnya. Mungkin ada sedikit masalah sewaktu pemotongan ari-ari. Karena ini RS kecil dengan sarana yang terbatas, si ibu dirujuk untuk ke RS yang lebih besar (di kota) keesokan harinya (si ibu datang di sore hari sekitar jam 17.30). Dokter meresepkan salep infeksi untuk penanganan sementara. Biaya konsultasi dokter 20.000 dan harga salep infeksi 20.000 sehingga totalnya 40.000 yang harus dibayar. Ternyata, si ibu cuman punya uang 10.000 doank. Astagaaaah. Gw yang selama ini kerja hanya kontak dengan komputer dan rekan kerja (yang rata-rata semua terlihat baik secara finansial), bener-bener merasa tersentuh dengan kejadian ini. Lalu dokter menginstruksikan memberikan krim yang tinggal setengah tube (krim ini dipakai oleh pasien sebelumnya dan ditinggalkan di Rumah Sakit). Pasien ini juga tidak dipungut biaya periksa dokter. Kalau uang si ibu ini cuman 10.000 besok ke Rumah sakit gimana? Makan malam? Makan pagi? Tuhan lah yang akan memelihara umatnya.

Kalau di Indonesia, terkadang pasien menerima obat yang dimasukkan ke dalam plastik obat (biasanya kalau berobat ke puskesmas atau rumah sakit umum) tanpa ada kemasan strip atau blister karena pihak pabrik mengemas dalam wadah yang berisi sekitar 100-1000 per wadah. Nah kalau di rumah sakit ini, wadah plastik diganti dengan kertas roti yang dibentuk seperti angpao.

Kertas roti yg dilipat jd angpao utk wadah obat yg diberikan ke pasien

Menurut gw sih ga efektif, soalnya bagian atas hanya di lipat aja, jadi ada kemungkinan obat tumpah. Lagipula kalau kena cairan, kertas tersebut akan hancur dan akan merusak obat. Tapi ini masih mending, ada Rumah Sakit yang ga jauh dari sini, bungkus obatnya pakai kertas bekas. Ondemandeee, dikira ngebungkus gorengan apa??? Gw jadi ingat saat masih kerja di pabrik obat. Tiap hari suhu ruangan dan jumlah bakteri dalam ruangan di ukur. Proses produksi ga boleh dimulai sebelum semuanya oke. Suhu ruangan lewat 1°C atau jumlah bakteri lebih sedikit harus bikin laporan penyimpangan dan dilakukan investigasi. Bener-bener remfoooong dan harus zero mistake. Setelah melewati prosedur yang rumit dan syarat ini-itu yang ketat sampai obat berhasil dikemas dan dijual, ternyata pihak rumah sakit malah bungkus obat pake kertas bekas. Rasanya tuhhhhhhhh….


Obat dibungkus di kertas bekas (rumah sakit competitor)


Hal menarik lainnya yang gw temuin di rumah sakit ini adalah pasien yg gw kategorikan L3b4y. Terkadang, luka se-iprit aja datang untuk diobati (missal lecet dikit karena jatuh). Jadi penanganannya hanya dibersihkan dengan alkohol dan diberi povidone iodine. Udah gitu aja. Ga dalam pula lukanya. Aelahhhh… Di tambah lagi, pasien kembali datang beberapa hari kemudian untuk ganti perban. Dan ini Banyak loh pasien yang datang dengan luka-yang-tidak-niat. Kadang gw minta suster untuk edukasi ke pasien agar mereka nyetok obat P3K untuk luka ringan. Palingan ga sampai 20.000, kan lumayan irit uang. Tapi kalau pasiennya datang dengan luka serius dan penuh darah, gw langsung kabur. Ga peduli walaupun pasiennya setampan Taylor Lautner. Hiyyyy.

Sejak gw di Srilanka dan mengenal lebih dalam aktivitas rumah sakit. Paradigma gw akan profesi dokter-suster yang selama ini negatif di pikiran gw berubah. Sekarang gw mengagumi mereka. Angkat cangkir kopi buat mereka. Siapapun pasiennya, apapun penyakitnya, apapun lukanya dilayani dengan tangan terbuka. Apalagi jika menghadapi pasien yang tidak mampu, di mana hati nurani mengambil peran. Dulu gw sebel kalau lagi berobat ke RS (apalagi RS pemerintah atau puskesmas) dan ketemu dokter atau suster yang gak ramah. Namun sekarang gw mengerti, mereka lelah seharian menghadapi pasien dengan segala macam karakter. Memang manusia tidak pernah bisa mengerti dengan baik perasaan orang lain kecuali jika kita berada di posisi mereka.

If u were me, you’d know. But you’re not, so don’t  think you do (Quotes)

Selamat melayani dengan hati wahai paramedis berseragam putih.



1 comment:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip

    ReplyDelete