Monday, January 25, 2016

Pongal Day dan Lighting Day

Sebelumnya gw pernah membahas soal kejadian bulan purnama yang tiap bulannya dijadikan hari libur nasional (tangal merah) di Srilanka. Kali ini gw akan bahas hari libur nasional lain di Srilanka yang gw anggap unik. Tanggal 15 Januari di kalender Srilanka berwarna merah. Pas gw tanya orang lokal sini, katanya itu Pongal Day. Setau gw pongal adalah makanan khas Srilanka yang berupa beras (biasanya beras merah) yang dimasak dengan susu (atau air kelapa), gula, kacang, dan buah plum. Awalnya gw ngakak karena gw pikir kok lucu banget ini negara, hari libur nasionalnya untuk merayakan makanan khas mereka. Kalau diterapin di Indonesia seru juga kali ya, bakal banyak banget hari libur nasional. Indonesia gitu loh, punya banyak etnis, jadi melimpah kuliner khas. Hari gado-gado, hari pempek, hari gudeg, hari rendang, hari kerak telor, dll.

Ternyata Pongal Day bukan semata hanya merayakan makanan pongal, namun ada makna di balik perayaan Pongal Day. Pongal Day dirayakan ketika masa menuai, secara tradisi bertujuan berterimakasih kepada matahari yang senantiasa memancarkan sinar sehingga memberikan kehidupan bagi manusia khususnya petani dan para penduduk Srilanka yang makanan utamanya beras. Oleh karena itu, makanan pongal menjadi menu utama Pongal Day karena komposisi pongal mengandung bahan-bahan yang kompleks dan bergizi (terutama beras). Kalau di kalender sih tertulis Tamil Thai Pongal, yang menunjukkan bahwa ini perayaan etnis Tamil. Hasil browsing di internet juga menyatakan sejarah Pongal Day adalah dari etnis Tamil-Hindu. Namun belakangan, Pongal Day digeneralisir untuk semua etnis dan agama di Srilanka sebagai tanda ucapan syukur. Tetapi dari pengamatan yang gw pantau di daerah tempat gw tinggal, hanya Tamil-Hindu yang heboh menyambut Pongal Day, selain dari mereka tidak terlalu heboh merayakan Pongal Day.


Dari H-1 sebelum Pongal Day, terlihat kesibukan keluarga warga Hindu Tamil-Srilanka. Mereka sudah heboh belanja, membersihkan rumah, serta persiapan di kuil. Dari malam hari, sudah banyak petasan berkumandang di langit. Nyanyian pujian juga sudah terdengar dari toa di kuil. Hindu adalah agama mayoritas di daerah ini (Puttur-Utara Srilanka), jadi suara toa di kuil mendominasi. Kalau di Indonesia biasanya suara toa mesjid yang mendominasi. Pada Pongal Day tahun ini, ada donasi yang datang ke panti jompo (gw tinggal di panti jompo) berupa pongal dan beberapa cemilan khas Srilanka. Gw sih ga terlalu doyan pongal, manis banget boooo, dan teksturnya terlalu lembut.

Jam 10 pagi, gw nemenin teman gw sembahyang ke kuil. Di kuil, terlihat beberapa orang melakukan sembahyang. Selain itu pihak kuil juga membagikan pongal kepada warga, bebas siapapun boleh mendapatkan pongal. Selain pongal, pihak kuil juga membagikan buah-buahan dan kue tradisional Srilanka. Ada 3 kuil yang kami datangi, 2 kuil besar dan 1 kuil kecil. Kuil kecil ini ibarat mushola bagi kaum Muslim atau kapel bagi kaum Katolik. Dua kuil besar yang kami kunjungi adalah kuil Dewa yang berbeda.

Beberapa spot bagian dalam kuil

Kuil tampak luar

Kuil kecil

Selama ini, gw lihat kuil Hindu di Indonesia, bentuk bangunannya biasa aja, tidak terlalu mencolok. Namun di Srilanka, kuil-kuil Hindu heboh dan mencolok, didominasi warna emas terang. Selain itu, tampak luar kuil penuh dengan patung-patung, baik patung besar maupun patung kecil. Tembok bagian luar kuil biasanya berwarna merah-putih yang dicat selang-seling secara vertikal. Di dalam kuil pun penuh dengan patung. Petugas di kuil tidak mengenakan baju atasan, hanya menggunakan kain yang dililit sebagai bawahan. Selesai berdoa, mereka biasanya mengusapkan abu putih di dahi mereka (vipoothi). Ciri mencolok dari warga Hindu di sini adalah lilitan benang merah di tangan kanan dan lilitan benang kuning di tangan kiri. Tidak hanya berdoa di kuil, kaum Hindu juga bisa beribadah di rumah. Di setiap rumah, mereka mempunyai gambar Dewa dan meja dupa. Biasanya itu tempat mereka berdoa. Lambang keagamaan Hindu dan meja dupa juga banyak dipasang di sarana umum seperti bank, rumah sakit, dan kantor pemerintah. Padahal sarana umum tersebut tidak berbasis keagamaan. Lucu juga sih, padahal Hindu itu bukan agama mayoritas di Srilanka (agama mayoritas di Srilanka adalah Budha).

Petugas kuil

Motif tembok luar kuil yang kebanyakan merah-putih

Vipoothi di dahi

Lilitan benang merah dan kuning di lengan

Meja dupa di rumah

Sama dengan peraturan di mesjid, memasuki kuil juga harus lepas alas kaki. Sebelum masuk ke kuil, pengunjung harus cuci kaki dahulu. Di dekat kuil disediakan keran air untuk mencuci kaki. Lucunya, alas kaki dilepas tidak persis di depan pintu masuk, jadi batas suci tidak hanya di dalam kuil, namun dimulai dari sekitaran kuil yang berupa tanah, kerikil, dan aspal. Gw ke kuil sekitar jam 11-12 siang. Tengah hari bolong berjalan tanpa alas kaki di sekitaran kuil, rasanya tuh…… gileeeeeee. Berbeda dengan bagian dalam mesjid yang dijaga bersih, bagian dalam kuil tidak terlalu bersih. Yah maklum deh, nyekernya kan dari beberapa meter sebelum masuk kuil, jadi wajar bagian dalam kuil jadi kotor dari kaki pengunjung.

Sehabis menemani teman gw beribadah ke kuil, gw main ke rumahnya. Di rumahnya telah datang kakak dan adiknya yang sudah menikah dan tinggal di luar kota. Mereka sedang sibuk membuat cemilan khas Srilanka yang bernama Vadai. Sekilas mirip gorengan tapi Vadai tidak menggunakan tepung terigu. Vadai dibuat dari biji Daal yang di haluskan yang dicampur kelapa dan rempah rempah lalu digoreng. Endessss. Namun Vadai yang dijual di kios-kios biasanya mengandung terigu dan pengembang agar tampilannya besar dan menarik. Selesai ngobrol dengan bahasa Tamil-English yang amburadul, gw pamit pulang. Gw dibungkusin cemilah segambreng banyaknya, bahkan sampai pisang juga ikut dibungkusin.

Beberapa cemilan khas srilanka

Pongal dan vadai

Add caption



Di malam hari tampak ada beberapa cahaya berwarna di langit. Selama beberapa hari menjelang Pongal Day, ada festival layang-layang. Layang-layang berukuran raksasa dengan bentuk yang unik diterbangkan. Ada yang berbentuk gerobak, manusia, dll. Uniknya, layang-layang ini dilengkapi lampu berwarna-warni sehingga terlihat cantik di malam hari. Festival layang-layang berakhir di Pongal Day.

Festival layang-layang

Selain Pongal Day, ada lagi perayaan di Srilanka yang sangat menarik, namanya Lighting Day. Lighting Day bukanlah hari libur nasional namun cukup ramai dirayakan kaum Hindu-Tamil di Srilanka di bulan November. Setiap rumah masyarakat Hindu menyalakan lampu minyak di beberapa area rumahnya dari sore hingga malam. Lampu minyak berupa cawan dari tanah liat yang diberi sumbu dan minyak. Tidak hanya di dalam rumah, mereka juga meletakannya di luar rumah. Toko dan tempat usaha pun juga melakukan ritual ini. Katanya sih untuk kelimpahan berkat. Saat Lighting Day, gw ikutan membantu menyalakan lampu minyak di minimarket seberang tempat tinggal gw. Totalnya lebih dari 70 lampu minyak. Sebelum lampu minyak dinyalakan, area toko dibersihkan terlebih dahulu sehingga saat lampu minyak dinyalakan harus melepas alas kaki.

Lighting Day
Ternyata orang Hindu juga mengenal puasa. Pada bulan oktober mereka melakukan puasa selama 21 hari. Metode puasanya adalah makan sekali sehari di malam hari, namun mereka masih diperkenankan untuk minum (teh dan susu diperbolehkan). Ada juga puasa di bulan November yaitu puasa selama 10 hari tidak makan sama sekali, namun diperbolehkan minum. Yang gw suka dari masyarakat Hindu di sini adalah pola hidup mereka yang kebanyakan vegetarian. Jadi menu makanan dan cemilan di kios makanan banyak yang dibuat dalam versi vegetarian (non meat). Bahkan menu makanan di panti jompo tempat gw tinggal juga bertema vegetarian setiap hari selasa dan jumat. Hal ini disebabkan penghuni panti jompo yang 70% beragama Hindu (walaupun panti jompo di bawah naungan yayasan Kristen). Bikin gw semangat untuk memutuskan vegetarian suatu saat nanti. Namun gw ragu saat nanti pulang ke Indonesia dan bertemu babi panggang dan mie babi, akan kuatkan iman vegetarian ku melawan bayangan gurihnya pork devil itu.

Selama ini gw ga pernah punya teman dekat yang beragama Hindu. Namun di Srilanka gw dikelilingi oleh masyarakat Hindu. Benar-benar pengalaman berharga. Walaupun gw ga mengimani ajaran mereka, namun banyak hal positif yang bisa gw pelajari. Sama hal nya dengan hal positif yang gw ambil saat gw berteman dengan muslim dan katolik. Mari berteman dengan banyak orang. Mari belajar dari banyak perbedaan. Mari menjalani peran sebagai manusia

We may have different religions, different languages, different colored skin, but we all belong to ONE human race –Kofi Annan-

Saturday, January 23, 2016

A Death leaves a Heartache

Selama berada di Srilanka, gw tinggal di Panti Jompo. Para jompo di panti ini diharuskan hidup mandiri: mulai dari mandi, makan, membersihkan kamar, hingga mencuci baju sendiri. Hanya jompo yang sudah lemah fisik dan yang mengalami gangguan jiwa yang dibantu oleh pengasuh di panti jompo. Beberapa dari jompo mengkonsumsi obat setiap harinya. Untuk jompo yang lemah dan sering pikun, biasanya obat disimpan di 1 ruangan dan akan diantar ke kamar para jompo jika waktu minum obat telah tiba.

Salah satu penghuni jompo yang selalu gw antar obatnya adalah Opa Alakanshuntaran yang berusia 75 tahun. Karena namanya panjang dan susah diucapkan, gw biasanya menyebutnya Opa Diabetes, yah memang opa ini mengidap penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol. Tiap pagi, siang, dan sore hari gw rutin mendatangi kamarnya untuk mengantarkan obat. Di pagi hari 7 butir obat, siang hari 2 butir obat, dan malam hari 7 butir obat. Opa sering ngajak gw ngobrol dengan bahasa Tamilnya karena dia tidak bisa berbahasa Inggris. Gw yang kemampuan bahasa Tamil masih di level prebasic, hanya bisa senyum dan akting seolah gw ngerti apa yang dia ucapkan. Dalam kesepiannya di usia senja, para jompo di panti memang tidak terlalu membutuhkan orang yang bisa diajak berdiskusi, namun mereka lebih membutuhkan orang yang sabar mendengarkan semua cerita mereka. I put my hundred ears here, and I keep my only one mouth closed.

Tiap bulan, opa diabetes rutin berobat ke RS pemerintah yang jaraknya 45 menit menggunakan bus kota. Opa masih sanggup pergi sendirian ke RS menggunakan bus walaupun harus melangkah pelan-pelan dan menggunakan tongkat. Istri opa sudah meninggal. Kedua anaknya sudah menikah dan tinggal di luar kota, jadinya opa ditempatkan di panti jompo. Setiap balik dari RS, opa selalu mendatangi gw dan menyerahkan semua obat yang diberikan RS: ada 10 jenis obat. Opa ini benar-benar menyadarkan gw untuk peduli kesehatan selagi muda, ngeri juga di usia tua harus mengkonsumsi 16 jenis obat setiap hari. Yang lebih miris, terkadang saat lagi datang ke kamarnya, gw mendapati semut-semut jahat sedang mengerubungi kaki opa tanpa disadarinya.

Sebulan belakangan ini, opa terlihat semakin lemah. Jarang berbicara dan lebih sering berbaring. Gw langsung bad feeling. Sekitar 2 minggu yang lalu, Opa ditemukan tidak sadarkan diri. Saat dicek kadar gulanya hanya 45, hipoglikemi. Setelah dilakukan pertolongan pertama, opa dibawa ke RS. Empat hari dirawat, opa diijinkan pulang ke panti jompo. Semenjak balik dari RS, keadaan opa semakin lemah dan hanya berbaring di tempat tidur. Kadang kalau dipanggil responnya lama. Kadar gulanya pun cenderung tinggi, selalu diatas 300 dan 400. Gw mulai menolak mengantarkan obat ke kamarnya dan meminta orang lain yang mengantarkan obat karena gw ga tega (dan takut) melihat keadaannya yang lemah. Dari dulu, gw selalu takut menjenguk kerabat atau teman yang sekarat di RS, gw ga tega melihat mereka yang berusaha melawan sakit atau terlihat pasrah sama maut. Walaupun gw ga pernah mengantar obat lagi, namun gw selalu mengintip kamarnya tiap sore. Pintu kamar opa memang sengaja selalu terbuka agar mudah terlihat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan sama opa

Tiga hari yang lalu opa demam tinggi. Dokter pun meresepkan obat. Namun opa tetap demam dan kadar gulanya selalu di atas 400. Duhhhh bikin gw makin deg-degan. Kemarin pagi, tiba-tiba badan opa terasa sangat dingin dan kadar gula cenderung normal di angka 100. Anehnya sore hari badan kembali panas namun 1 jam kemudian dingin kembali. Gw dan para pengurus panti merasa kalau opa tidak akan lama lagi bertahan. Beberapa jam kemudian, saat akan disuapi untuk makan malam, opa tiba-tiba pingsan dan diketahui sudah tidak bernyawa. Opa diabetes meninggal

Seumur-umur, ini pertama kalinya gw “mengikuti” perjalanan kritis seseorang sampai maut menjemput. Walaupun gw bukan keluarganya, namun interaksi selama 5 bulan ini membuat gw merasa opa adalah keluarga baru gw. His death leaves something in my heart and my life. Memang setiap orang suatu saat pasti meninggal. Banyak orang berharap meninggal dengan dikeliling keluarga dan orang yang dikasihi. Namun opa diabetes sekarat dan meninggal dalam kesendirian dan kesepian di panti jompo, tanpa perhatian keluarga. Seorang oma di panti menghibur gw: “Orang datang ke dunia sendirian, baliknya yah sendirian juga. Yang bikin bahagia bukan dikelilingi keluarga saat menjelang maut, namun saat kita yakin bahwa hidup yang diberikan Tuhan sudah kita isi dengan penuh arti dan kita siap untuk kembali padaNya.”

Beberapa jam setelah opa diabetes meninggal, gw mulai ga suka tinggal di panti jompo ini. Gw berpikir, ini panti jompo isinya orang lanjut usia semua. Berapa banyak lagi para jompo di panti yang harus gw saksikan secara langsung sekarat dan meninggal? Gw teringat oma yang sering gw datangi kamarnya untuk numpang nonton TV. Oma ini sudah berumur 84 tahun. Oma bilang sejak 3 bulan belakangan dia merasa semakin lemah dan kesehatannya menurun. Apakah gw akan kehilangan dia juga dalam waktu dekat?

Tuhan menempatkan gw berada di tengah-tengah orang lansia pastinya bukan tanpa alasan. Banyak hal yang gw pelajari sejak tinggal bersama lansia: mulai dari menjaga kesehatan, mengisi masa muda dengan hal bermanfaat, dan berbagai macam pelajaran lainnya dengan tujuan “Agar tidak menyesal di hari tua.” Mereka juga mengajari gw memperhatikan sesama. Yah, para jompo yang tinggal di panti, tidak memiliki keluarga, sehingga mereka saling membantu dan memperhatikan sesama jompo. Berbuat baik memang tidak mengenal batasan usia dan batasan harta. Maybe the little things we do mean the most for other people. Ada seorang oma lumpuh di panti yang selalu manggil gw “my angel” karena setiap sore gw selalu datang ke kamarnya untuk membantu menyalakan obat nyamuk bakar di kamarnya dan mengisi penuh tekonya dengan air minum. Little things for me, but matter the most for her. So lets do the good things everyday as long as we still breathe.

At the end of our lives, we will not judged by how many diplomas we have received, how much money we have made or how many great things we have done. We will judged by “ I was hungry and you gave me to eat. I was naked and you clothed me. I was homeless and you took me in” (Mother Theresa)

Mungkin juga Tuhan menempatkan gw di panti jompo dan harus (terbiasa) melihat jompo yang sekarat dan meninggal untuk menyadarkan gw bahwa kehidupan di dunia bukanlah kehidupan yang kekal. Suatu saat gw akan kembali padaNya, kapanpun itu. Jadi gw harus selalu mempersiapkan diri untuk bertemu denganNya.

When I stand before God at the end of my life, I would hope that I would not have a single bit of talent left, and could say “I used everything YOU gave me.” –Erma Bombeck-

Selamat jalan Opa Diabetes. Terimakasih untuk interaksi 5 bulan yang sangat bermakna ini. Terimakasih sudah mengajariku arti dan akhir dari hidup ini. You stay safe with the angels there.

Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi. TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN (Ayub 1 :21).

Good bye Opa Diabetes


Tuesday, January 12, 2016

Kepo yang BerETIKA

Selama tinggal di Srilanka, sehari-hari gw beraktivitas di Rumah Sakit. Hal ini membuat gw bertemu dengan banyak orang baru (baca: pasien dan keluarganya) setiap hari. Karena gw tinggal di daerah yang bisa dikategorikan pedalaman, kehadiran gw yang secara fisiologis terlihat non-Srilanka, jadi kekepoan tersendiri buat mereka. Mereka sering bertanya : “asal dari mana.” Hal tersebut masih terjadi sampai sekarang. Kadang gw minta mereka menebak negara asal gw. Sampai dengan hari ini, belum pernah ada seorang pun yang dengan benar menjawab gw dari Indonesia. Kebanyakan mereka menebak gw dari Asia Timur: Cina, Korea, Hongkong, Taiwan, Jepang, bahkan Mongol (entah seperti apa penampakan orang Mongol). Bener-bener bikin gw ge-er dan merasa jadi bunga di sini, padahal di Indonesia gw merasa bagaikan lumpur. Selain Asia Timur, banyak juga yang mengira gw dari Filipina, Thailand, dan Singapur.

Jika mereka menebak gw dari negara Asia Timur, gw akan bantu ngasi ke clue ke mereka bahwa gw dari Asia Tenggara dan minta mereka menebak lagi. Kebanyakan mereka menebak Filipina atau Thailand. Ada apa dengan Indonesia? Mengapa fisiologi Indonesia terasa kurang orisinil. Padahal di Asia Tenggara penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa, kenapa malah lebih populer orang Filipin, Thailand, bahkan Singapore yang penduduknya cuman seiprit dari Indonesia. Kayanya Indonesia kurang go Internasional nih. Yang paling ngeselin, setelah gw bilang gw dari Indonesia, ada seorang Bapak yang langsung komen “Oh, so this is Indonesian girl” (sambil memandang tajam dari rambut sampai ke jempol kaki gw). Gw langsung pamit pergi, takut di tawar bokkk.

Kekepoan mereka ga berhenti di negara asal aja. Seringnya diikuti dengan pertanyaan tambahan soal umur. Agak berani juga nih mereka, rasanya di Indonesia jarang ada orang yang nanya soal umur sama orang yang baru dikenal. Awal-awal gw tinggal di Srilanka, gw seneng-seneng aja ditanya soal umur, karena biasanya mereka menduga umur gw lebih muda 3-5 tahun dari umur gw di KTP. Namun lama-lama gw jengkel juga ditanya umur, kok kayanya ga penting banget. Gw aja ga tertarik pengen tahu umur mereka. Sehari bisa ada 3 orang yang nanya umur. Belakangan ini, tiap ada yang nanya umur, gw akan jawab 35 tahun. Mereka sih sadar gw boong-bercanda. Dan gw berharap mereka juga sadar kalau gw ga suka ditanya umur. Mereka itu gatau apa yak kalau ada 2 pertanyaan yang HARAM buat wanita. UMUR dan BERAT BADAN (mirisnya, yang kepo sama umur gw kebanyakan berasal dari kaum hawa).

Setelah nanya umur, pertanyaan berikutnya adalah status pernikahan. Iniiii orangggg Srilanka padaaaaa kenapaaaaa sihhhhh. Bahkan pertanyaan ini pernah diajukan sama orang yang baru kenal di bus bahkan pegawai minimarket yang baru kenal. Apa yah untungnya informasi status pernikahan gw buat kehidupan mereka. Rasanya seumur-umur, gw ga pernah kepoin status pernikahan (dan umur) orang yang baru gw kenal, bahkan menanyakan langsung ke orangnya. Sering juga kalau gw simpatik sama orang (baca: naksir) terus gw cerita sama teman, teman gw bilang “Ih Yolan,,dia kan umurnya di bawah lo.” Atau “Ih Yolan, dia kan sudah nikah.” Lahhhh meneketehe,,kalau cuman simpatik mah ga peduli doi brondong atau suami orang. Toh ga dijadiin target jadi pasangan juga, hanya sekedar mengagumi keindahan karya ciptaan Tuhan.

Pertanyaan kepo lainnya yang sering ditanyakan sama orang lokal sini ke gw adalah agama gw. Entah mengapa, dari dulu gw ga suka kalau ditanya agama. Rasanya ga penting (banget). Gw ingat, saat berobat ke salah satu Rumah Sakit, karena pertama kali berobat jadinya gw harus ngisi formulir pendaftaran. Di situ tertera kolom agama pasien. Apa coba hubungannya agama sama niat berobat. Padahal Rumah Sakit ini dengan bangganya menyertakan kata Internasional di papan namanya. Sengaja itu kolom agama ga gw isi. Dan ternyata ga ngaruh tuh, gw tetap bisa berobat di sana. Jadi kenapa harus ada kolom agama ya? Pernah juga ada seorang teman kantor yang sering chat gw, perhatian, ngajak bercanda di chat, ngirim joke, dll. Suatu saat gw pasang foto profil gw yang sedang berada di gereja dengan latar belakang salib. Dia langsung chat confirm agama gw karena dari marga gw, jarang ada yang beragama nasrani. Gw kecewa sih dia chat confirm agama, perasaan gw langsung ga enak. Dan benar, setelah gw bilang gw nasrani (yang berbeda dengan agama dia), muai saat itu dia ga pernah chat gw lagi kecuali nanya hal penting soal kerjaan. Itu juga chat dengan bahasa kaku, formil, padat, singkat. Duhhh, sedihnya teramat sangat. Makanya gw agak takut juga pas di tanya agama sama masyarakat Srilanka, karena di daerah gw tinggal mayoritas beragama Hindu. Gw trauma “ga diajak main”. Untungnya kekuatiran gw ga terbukti. Mereka ramah dan mau bergaul sama gw. Bahkan saat natal gw diselamatin dan ada yang ngasi bingkisan dan kue. Fiuhhhh. If my best friend is different religion than me, so what? Nothing will keep me from praying for her safety, health, and happiness.

Share our similiarities, celebrate our differences (M. Scott Peck).

Dari semua kekepoan yang gw terima selama di Srilanka. Ada pertanyaan kepo yang bikin gw J3N6K3L B4nG3T. Pegawai minimarket, yang letaknya di seberang tempat gw tinggal, pernah nanya. “Kamu ngerokok ga?” Pertanyaan simple namun bikin gw bete sesaat.  Apaaa cobaaa maksudnya. Gw iseng jawab kalau gw ngerokok. Dia shock-terpana. Nah loh, kenapa pula dia shock. Terus langsung lanjut nanya “Minum Alkohol?” Gantiin gw yang shock-terpana. Sesaat gw merasa bahwa kepo dan TIDAK beretika itu beda tipis, lebih tipis dari kaus partai yang sering dibagikan saat kampanye pemilu. Gw bilang aja gw peminum alkohol. Bodo amat dah. Lo mau musuhin gw karena gw perokok dan peminum alkohol gw kaga peduli. Petugas Imigrasi Srilanka aja ga nanya status perokok-peminum ke gw saat gw ngajuin visa buat bisa tinggal di Srilanka.

Sah-sah saja memang penasaran dengan kehidupan seseorang, namun jangan sampai melupakan ETIKA dan apa tujuan menanyakan informasi personal kepada seseorang.  Kepada mereka yang menanyakan umur, status pernikahan, agama, bahkan status merokok-peminum alkohol ke gw, gw ga balik menanyakan hal tersebut ke mereka. Gw harap mereka sadar kalau gw ga tertarik (dan ga suka) di tanya seperti itu makanya gw ga nanya balik. Biarlah image seseorang tumbuh dari hubungan personal, perbuatan, dan perkataan yang terucap. Bukan dari generalisasi umur, agama, status pernikahan, rokok, maupun alkohol. Gw ga keberatan kok temenan sama berondong, orang tua, single, married, janda, duda, ateis, perokok, peminum, bahkan orang bertato. Asal bukan tukang jagal macam Rian Jombang aja, ngeri booook. To be my friend, you have to accept me as I am. Not as you want me to be. Gw ga pernah mengklaim diri gw lebih baik dari mereka yang perokok dan peminum. Dan gw bukan Tuhan yang punya hak menghakimi bahwa perokok dan peminum alkohol itu berlumur dosa.  

Maybe, the nicest people I’ve met were smoker, drink alcohol or covered in tattoos and piercing, while the most judgemental people I’ve met are the ones who go to church every Sunday (quotes).

You are different, you are my friend.



1 Januari di Srilanka

Sudah hampir 5 bulan gw tinggal di Srilanka. Sejauh ini, hanya 1 hal yang bikin gw ga suka sama Srilanka. Bukan karena makanannya yang beraroma kari-menyengat, bukan karena bahasanya yang susah dan memiliki 360 huruf, bukan karena panas-gersangnya di daerah tempat gw tinggal. Gw ga suka Srilanka karena ……eng ing eng…. tanggal 1 Januari tidak dijadikan hari libur nasional oleh pemerintah Srilanka. Tanya Kenapa.

Mereka merayakan Tahun baru di bulan April. Mungkin karena penduduk di Srilanka mayoritas beragama Budha (70%) dan Hindu (15%) yang memiliki formula penanggalan tahun tersendiri. Jadinya libur tahun baru mereka bukan 1 Januari. Masih masuk akal kalau mereka ga ngerayain Tahun Baru Masehi 1 Januari karena menggunakan kalender mereka sendiri dalam aktivitas sehari-hari, namun prakteknya mereka tetap menggunakan kalender Masehi tuh. Pas tengah malam pergantian tahun dari 31 Desember ke 1 Januari juga banyak petasan-kembang api berkumandang. Ada juga acara-acara di tempat hiburan untuk merayakan Tahun Baru Masehi 1 Januari ini. Berarti memang banyak warga yang ikut memeriahkan dan menikmati tahun baru 1 Januari. Lucunya lagi, pegawai pemerintah (dan beberapa karyawan swasta) hanya bekerja beberapa jam aja di tanggal 1 Januari, pas siang mereka bubar jalan. Tuhhh kannnn, mendingan sekalian aja lah 1 Januari dijadiin hari libur nasional. Di Indonesia yang mayoritas beragama muslim (menggunakan kalender Hijriah) namun tanggal 1 Januari ditetapkan hari libur nasional.

Kalender Januari Srilanka

Lalu kenapa gw sewot? Toh gw (hanya) pendatang yang cuman dikasi ijin tinggal setahun di Srilanka. Jadi begini, tanggal 31 Desember jam 22.30 di adakan ibadah tutup tahun di gereja. Tanggal 1 Januari jam 1.30 pagi baru nyampe kamar. Cuci muka, sikat gigi, dan siap bobo jam 2an pagi. Jam 6 sudah harus bangun karena ada ibadah awal tahun jam 7 pagi. Harusnya pulang ibadah bisa balas dendam tidur. Namun karena di kalender tanggal 1 Januari berwarna hitam, gw harus kembali beraktivitas di Rumah Sakit, fullll jadi zombie sampai jam 5 sore. Itulah alasan kenapa gw sewot sama hitamnya tanggal 1 Januari di kalender Srilanka. Selain itu, gw sirik sama orang-orang di belahan bumi lain yang libur di tanggal 1 Januari, sedangkan gw…. Mungkin pemerintah Srilanka menggunakan filosofi “Awali dengan kerja keras”. Jadi deh tanggal 1 Januari di itemin.

Hal yang lucu lagi dari kalender Srilanka adalah kejadian Bulan Purnama yang jadikannya tanggal merah (hari libur nasional). Entah apa yag dirayain. Siklus kejadian bulan purnama terjadi setiap bulan, jadi tiap bulan pastinya ada hari libur (asal bulan purnama ga pas hari sabtu atau minggu aja,,biar ga rugi). Andaikan siklus bulan purnama terjadi mingguan, betah deh gw tinggal di Srilanka,,xoxoxoxo. Selain itu, kenaikan Isa Almasih, tahun baru Hijriah, Isra Miraj tidak dijadikan hari libur di Srilanka.


Tanggal merah peringatan bulan purnama

Balik lagi soal tahun baru 1 Januari. Walaupun ibadah tutup tahun dimulai 31 Desember jam 22.30 malam, gw cukup kagum banyak jemaat yang datang. Padahal banyak jemaat yang rumahnya jauh dari gereja dan ini derah yang suepiiii buaaanget. Jam 7 malam aja udah jarang penampakan orang di jalan raya. Walaupun ibadah baru kelar jam 00.30 tengah malam, namun para jemaat masi semangat buat masak air dan menyuguhkan teh susu buat semua jemaat. Salut deh gw, padahal di sini masak masih pake kayu bakar. Di Indonesia yang masaknya pake kompor gas aja gw (dipastikan) ogah disuruh bikin teh susu tengah malam buat jemaat. Ahhhh,,lagi-lagi gw disentil sama yang namanya “Ketulusan Hati.” Gw juga sewot (lagi!!!) karena ibadah awal tahun baru 1 Januari dimulai jam 7 pagi. Padahal baru beres ibadah tengah malam jam 1 pagi. Mbok ya kenapa juga ga dimulai agak siangan dikit, misalnya jam 9 atau jam 10 gitu, biar mata ga terlalu nge-zombie. Walaupun ibadah dimulai (terlalu) pagi, namun tetap banyak jemaat yang datang dengan ”settingan” muka segar. Bikin gw malu datang ke gereja dengan muka ngantuk dan loyo. Langsung ubah setting muka jadi “segar”. Sesegar gajian di awal bulan.

Hari pertama di 2016 gw dapat rejeki. Tiba-tiba ada yang datang ngasi bingkisan atas nama gw. Ternyata ada seorang nenek penderita diabetes (yg biasa cek gula darah dan berobat di RS tempat gw beraktivitas) yang ngasi hadiah tahun baru. Gw emang suka ngobrol sama si nenek ini, walaupun si nenek ga terlalu fasih bahasa Inggris dan gw ga terlalu fasih bahasa sini (Tamil) yang ujung-ujungnya sering menjadikan teman gw yang orang lokal sini buat jadi translator. Yang nganterin hadiah itu cucu si nenek. Dia bilang itu hadiah natal dan tahun baru dari neneknya buat Indonesian Girl. Terharu. Padahal si nenek ga ngerayain natal. Gw dikasi 3 baju, 1 jeans, dan 1 sari. Wuuuuooow. Temen gw ngegoda gw, “Hari pertama di tahun 2016 aja, lo udah dapat rejeki, pasti tahun ini lo penuh berkah.” Gw hanya bisa meng-amin-kan karena bagi gw: setiap hari, setiap tahun gw yakin Tuhan selalu menyertai. Masalah (dan pergumulan) yang terjadi dalam hidup gw ga akan mengurangi rasa syukur atas semua berkat dan penyertaanNya sepanjang hidup gw sampai 2016 ini.

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”.

Hadiah tahun baru dari pasien rumah sakit: 3 kaos,jeans,sari :)

Walaupun tahun baru sudah lewat, namun selama kue tahun baru masih tersisa di toples, rasanya masih diperbolehkan gw mengucapkan Selamat Tahun Baru. Semoga kita bisa menjalani hari-hari di depan dengan penuh makna dan tidak sia-sia serta menjadi pribadi yang lebih baik. Angkat dagu, tegakkan bahu, namun rendahkan hati.

Compare yourself only to who you were yesterday. Be your own competition (Quote).

Tuesday, January 5, 2016

Did You Get Your Christmas?

Selama gw tinggal di (pedalaman) Srilanka, gw beribadah di Gereja Methodist St Luke. Di Minggu advent terakhir, gereja mengadakan ibadah perayaan natal. Selama hayat dikandung badan, ini adalah perayaan natal (dan suasana natal) paling sederhana yang pernah gw alami. Bahkan suasana perayaan natal di kampung gw di Sumatera Utara nun jauh di mato sana (yang jaraknya 12 jam dari Bandara Medan) masih jauh lebih ramai dan meriah. Di sini ga ada spanduk natal, ga ada pohon natal cantik, ga ada jemaat yang menggunakan kosmetik dan pakaian heboh, ga ada sepatu hak tinggi yang bunyinya tak tuk tak tuk, ga ada snack natal dari toko kue, dan ga ada nasi kotak menu komplit yang biasanya dibagikan diakhir perayaan. Yang ada hanya pohon natal yang tingginya cuman 1 m serta miskin aksesoris, hiasan natal yang sangat minimalis, biskuit regal yang berperan sebagai snack saat acara hiburan berlangsung, dan nasi bungkus dengan menu nasi dan sayur (tanpa lauk dan sendok) yang dibagikan setelah acara natal tersebut selesai.



Secara keseluruhan acara berlangsung dengan baik. Dasar negara tukang nari, hiburan natal kali ini didominasi sama tarian. Tariannya benar-benar tarian kayak di pelem India: bagus, gerakannya niat dan susah. Gw sangat menikmati hiburan tarian ini, namun saat sinterklas ikut menari India…duhhh gw ga sukakkkk, rasanya wibawa sinterklas jadi turun kalau ikutan nari lincah gitu. Ada juga hiburan baca puisi yang dibawakan sama anak kecil dengan intonasi layaknya baca koran. Selain menari dan baca puisi, ada juga yang hiburan melalui nyanyian yang dibawakan oleh 2 anak kecil. Pas mereka mulai bernyanyi, gw langsung antusias, bosan juga nonton tarian. Ehhhhh,,,baru 1 menit nyanyi, tiba-tiba langsung masuk musik dari tape dan mereka menari. Ternyata oh ternyata, nyanyian di awal cuman prolog sebelum mulai nari. Ettttdahhh,,,dasar PHP (Pemberi Harapan Palsu). Selesai perayaan natal, konsumsi nasi bungkus dibagikan dan semua jemaat makan bersama-sama.



Seperti yang sudah gw sebutkan di awal, memang tidak ada kehebohan fashion di perayaan natal di sini. Maklum, daerah ini memang ekonomi menengah ke bawah. Para Ibu rata-rata menggunakan sari. Tidak ada jemaat yang memakai sepatu. Kebanyakan menggunakan sandal atau sandal jepit. Bahkan banyak juga jemaat yang datang tanpa menggunakan alas kaki. Wajah kaum perempuan di sini juga polos akan riasan. Hampir 100% jemaat yang datang ga ada yang pake lipstik. Cuman 1 orang aja yang pakai lipstik (dan 1 orang itu adalah gw,,,hahaha).

Yang bikin gw sedih melewatkan natal di sini adalah ga ada ibadah malam natal, yang ada hanya ibadah pada tanggal 25 Desember. Jadi benar-benar silent night sampai tertidur Zzzzz. Padahal biasanya malam natal adalah saat yang paling gw suka. Rasanya penuh damai, sukacita, dan ada makna tersendiri di hati gw,,caile. Biar ga makin galau, gw pasang lagu natal dari sore sampai tengah malam….sendirian di kamar. Naseeeeeb.

Saat ibadah perayaan pra-natal dan natal tanggal 25 Desember, gw lumayan kecewa karena tidak ada lagu natal sama sekali. Mereka hanya menggunakan buku lagu. Aduhhhh,,,sedih banget. Padahal lagu-lagu natal cuman didengar setahun sekali dan gw udah antusias banget bakal denger lagu natal versi bahasa Tamil. Untung aja saat ibadah selesai dan jemaat bersalaman-natal, ada jemaat yang ber-solois nyanyi We Wish You Merry Christmas, lumayan deh buat ngeganjel kuping.

Sepulang dari ibadah natal, gw balik ke kamar (gw tinggal di panti jompo). Kebetulan ada yang beramal ke panti jompo dengan memberikan apel, jeruk dan biscuit. Pihak yayasan juga memberikan kue bolu untuk perayaan natal ini. Jadi kami membagikan kepada para jompo masing-masing 1 apel, 1 jeruk, 2 potong bolu, dan beberapa keping biscuit. Benar-benar sederhana, namun ga mengurangi sukacita di hati. Di sore hari, datang lagi warga yang ingin beramal di hari natal. Mereka membawa 5 pepaya ukuran jumbo dan 5 nanas. Dalam keadaan ekonomi yang (bisa dibilang) susah, mereka masih memilki ketulusan hati untuk berbagi kasih buat sesama. Aduh, lagi-lagi gw disentil!!!





Eniwei, ini merupakan pertama kalinya gw natal tanpa keluarga dan sendirian di negeri orang. Gw bukan tipikal orang yang mudah sendu. Jadi saat nyokap nelepon di hari natal, gw biasa aja (walaupun sempat narik napas 3x buat menahan sendu). Saat chat sama teman-teman dan beberapa dari mereka mengkuatirkan gw yang natalan jauh dari keluarga, dengan (sok) bijaknya gw bilang “I am okay”. Gw memutuskan untuk berangkat dan tinggal di Srilanka selama setahun, harusnya gw udah siapin mental untuk ini semua. Jadi buat gw ga masalah natal tahun ini dilewatkan tanpa bersama keluarga. Gw memuaskan diri gw dengan buka google dan browsing gambar nastar, kastengel, putri salju, kue sagu keju, dan blackforest. Gw juga browsing gambar babi panggang dan ayam gulai. Terobati deh kangen gw sama suasana natal di rumah xoxoxo. Hidup itu susah, jangan dibuat makin susah. Tul gak???

Agak sorean gw main ke kamar seorang oma. Dia ngasih gw sebungkus biskuit coklat dan kacang sebagai kue natal. Yeayyy. Pas balik ke kamar, ada opa yang datang ke kamar gw dan ngasi gw cemilan keripik. Ada 3 macam keripik. Dia bilang itu kue natal dari dia. Yeaaaayy. Petugas masak di panti jompo juga datangin gw buat ucapin natal (doi Hindu) dan ngasi gw pepaya. Yeaaayyy. Walaupun gw jauh dari keluarga, Tuhan ga membiarkan gw sendiri. Gw bersyukur Tuhan menempatkan gw di tengah orang-orang baik yang sangat memberkati gw. Gw sungguh merasakan sukacita yang sangat berkelimpahan atas biskuit, kacang, keripik, dan pepaya yang diberikan sama penghuni panti di sini, apalagi secara finansial, mereka sangat kurang mampu daripada gw.

Selama ini, gw hanya sekedar merayakan natal. Gw menikmati suasana natal di rumah, di gereja (dan di mall). Gw hanya sekedar penikmat acara natal yang disuguhkan saat ada perayaan natal. Selain itu, gw juga berusaha menciptakan suasana natal impian: gw sibuk bikin kue, hias pohon natal, masang lagu natal. Hanya demi memuaskan gw sendiri.

Di sini, di Srilanka, ribuan kilometer dari Indonesia, gw belajar banyak hal. Natal itu kelahiran Tuhan Yesus di hati. Apakah selama ini perilaku gw sudah menunjukkan bahwa Tuhan Yesus lahir dalam diri gw? Gw juga diingatkan untuk selalu memberi. Orang-orang di sini, dalam segala kekurangannya, masih tulus memberi. Buah-buahan, biskuit sederhana, kue bolu yang keras. Namun bagi orang lain (para jompo), pemberian itu sangat menyenangkan hati mereka, menunjukkan bahwa masih ada yang memperhatikan mereka, apalagi di hari natal. Melihat para jompo tersenyum di hari-hari mereka yang kesepian benar-benar bikin bahagia. Pemberian itu bukan dilihat dari harganya, namun ketulusan hati untuk mengasihi sesama. Semoga momen natal tidak hanya sekedar menjadi perayaan pemuas mata saja. Semoga setiap harinya hidup kita menunjukkan bahwa Kristus lahir di hati kita.


The only real blind person at Christmas-time is he who has not Christmas in his heart (Hellen Keller).

…And so this is Christmas and what have we done, another year over and a new one just begun…(Song of Happy Christmas).



Sunday, January 3, 2016

Pelayanan Pemuda Tamil-Singapur di Srilanka

Etnis mayoritas di negara Srilanka adalah Sinhala dan Tamil. Etnis Tamil ini berasal dari India. Selain di India dan Srilanka, Tamil juga dijumpai di Malaysia, Singapura, Mianmar, Indonesia (tepatnya Medan), dan di beberapa negara lainnya. Seperti etnis Tionghoa yang bisa ditemui di banyak negara, etnis Tamil juga berkoloni di beberapa negara. Saat ini gw tinggal di daerah Etnis Tamil-Srilanka bagian utara (desa Puttur-Jaffna, 10 jam dari ibukota Kolombo). Mayoritas etnis Tamil di sini beragama Hindu.

Pada tanggal 23 Desember 2015 kemarin, panti jompo (tempat gw tinggal selama di Srilanka) kedatangan 9 pemuda-pemudi dari Gereja Tamil di Singapura. Mereka berencana akan tinggal di Srilanka sampai tanggal 29 Desember 2015. Mereka datang ke Srilanka, bekerja sama dengan Sinode Methodist di Srilanka, dengan agenda pelayanan bagi Etnis Tamil di Srilanka bagian utara. Mereka mengunjungi panti jompo, panti asuhan, sekolah, gereja, dll selama 7 hari. Mereka tidak hanya datang, beramal, dan “nonton” subjek yang mereka kunjungi. Namun mereka juga mengisi acara seperti drama, nyanyi, menari, melakukan games, memberi renungan, dll. Mereka juga mengadakan kegiatan-kegiatan kepemudaan dan aktivitas gereja di sini. Gw (sangat) terpesona sama kegiatan pelayanan mereka di sini. Ini pertama kalinya gw menemukan pelayanan pemuda gereja yang ga masuk logika serta akal sehat gw. Mari gw jelaskan alasan gw bilang pelayanan mereka ga masuk logika gw.

Pertama.
Tujuh orang dari mereka masih kuliah dan 2 orang yang sudah kerja. Walaupun masih tergolong muda, namun mereka mau melakukan pelayanan amal, 7 hari pula. Umumnya para pemuda gereja melakukan pelayanan amal hanya sehari dan hanya 1 tempat. Pelayanan amal yang sehari aja (atau misalnya rencana perayaan natal di gereja) BIASANYA ada drama anggota yang bete jika ada usul mereka yang ditolak forum atau ga suka sama konsep acara, ujung-ujungnya ngambek dan pindah gereja. Padahal untuk siapakah pelayanan yang mereka lakukan?
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”.
Pelayanan amal 7 hari pastinya memerlukan konsep matang (yang disusun sejak jauhhhh hari), penuh pertimbangan, serta kerelaan hati memberikan waktu dan tenaga untuk menyusun rencana pelayanan ini. Mereka pasti ga mau uang yang dikeluarkan selama 7 hari di Srilanka menjadi sia-sia belaka jika konsep tidak matang. Itu semua dilakukan sama anak muda yang sebagian besar masih ngurusin KRS dan IPK,,,hmmmm. Dari mereka bersembilan, ada 1 orang yang bikin gw melting. Dia lulusan army di Singapur dan sudah punya jabatan di sana. Namun tahun lalu dia memutuskan untuk sekolah pendeta. Bener-bener mengingatkan gw sama 1 ayat alkitab. God is calling, how will you answer? “Ini aku, utuslah aku”. Atau……… “Ini aku, utuslah dia.”

Kedua.
Kegiatan ini tidak dibiayai sepenuhnya oleh gereja mereka di Singapur. Mereka murni mencari dana dan sponsor untuk kegiatan amal ini. Mereka juga harus mengeluarkan biaya dari tabungan sendiri. Ditambah lagi trip ini dilakukan 23 – 29 Desember yang notabene adalah peak season, so pasti tiket dan akomodasi akan bertarif di atas harga normal. Halahhh, palingan mereka tajir di Singapur sana??? Hmm, gw sih kurang tau ya, tapi penampilan dan aksesoris yang mereka kenakan sih biasa aja tuh, ga wah-wah banget. Lagipula, kalaupun jika  mereka memang memiliki finansial yang oke, patut diacungi 4 jempol mereka mau datang dan berbagi kasih di pedalaman Srilanka, ga tanggung-tanggung langsung 7 hari dan meninggalkan kemeriahan natal di Singapur. Kalau gw sih mending duitnya gw pakai buat liburan. Sepakat????

Ketiga.
Mereka melakukan kegiatan ini di negara orang, Srilanka. Bukan di negara sendiri, Singapur. Pastinya ini adalah keputusan yang sangat berani dan bertanggung jawab. Jarang-jarang pemuda gereja pelayanan ke negara lain karena membutuhkan konsep, tenaga, waktu, dana, dan koordinasi yang oke punya. Apalagi mereka melakukannya di hari natal, hari yang lazimnya dilewatkan dengan berkumpul bersama keluarga. Singapur gitu loh, salah satu negara tujuan berlibur, pasti kemeriahan natal di Singapur menggoda banget. Saat hari pertama bertemu mereka dan mereka bilang akan melewatkan natal di sini, gw langsung bercanda-sewot “Ngapain kalian natalan di sini, sana pulang ke Singapur!! Harusnya kalian natalan sama keluarga tauuuu.” Dengan cool-nya mereka bilang “Kan kita semua satu keluarga, keluarga dalam Tuhan dan memiliki darah leluhur yang sama. Saya Tamil, mereka Tamil, warga di sini Tamil, dan kamu pun (gw maksudnya) saat ini Tamil.” Wuuowww,,,malu merana deh gw mendengar jawaban dewasa mereka.

Keempat.
Mereka adalah sekelompok anak muda yang tidak terpuruk kegalauan terhadap hal yang berbau anakmuda-oriented; study, kekasih, uang, karir, dll. Sempat-sempatnya mereka memikirkan di belahan bumi lain masih ada etnis mereka yang belum mengalami pertumbuhan rohani, terutama dalam iman Kristen. Memang Christian-spirit di daerah Tamil ini kurang. Masih banyak jemaat gereja yang datang ke gereja namun juga datang ke pura. Semangat natal pun kurang terasa. Gw bukannya membahas aksesoris natal ya (yang memang sangat amat minim sekali di sini), namun yang gw maksud adalah kerinduan akan makna kelahiran dan penebusan Sang Juruselamat bagi dunia. Para pemuda gereja Singapur ini memilih daerah Tamil di Srilanka sebagai destinasi kerinduan mereka untuk melayani. Ini sudah kedua kalinya mereka datang. Tahun lalu mereka datang namun bukan saat natal. Bukan hanya Tamil di Srilanka aja kerinduan mereka, mereka juga sudah program jangka panjang pelayanan bagi Etnis Tamil di negara lain.

Kelima.
Ini yang paling gw ga habis pikir dan benar-benar ga masuk logika duniawi gw. Mereka berada di Srilanka selama 7 hari. Pelayanan mereka hanya dilakukan di wilayah Tamil utara (Jaffna-Puttur dan sekitarnya). Mereka benar-benar fokus di daerah yang memang kurang berkembang secara ekonomi. Fyi, ini bukan daerah wisata. Daerahnya panas-gersang. Ga ada mall. Bioskop ada tapi kecil. Suasana cenderung membosankan. Ga ada yang menarik di sini. Kesimpulannya : benar-benar bukan daerah yang oke untuk dijadikan destinasi saat melancong ke Srilanka. Dannnnnn, ke 9 pemuda ini tidak punya agenda untuk mengunjungi area wisata di Srilanka. Bener-bener langsung cabut ke Singapur. Ondemandeeee. Are u kidding me, dude? Gw jadi inget dosa gw sama kegiatan kepemudaan di Gereja gw di Tangerang. Gw juaranggggg banget ikutan kegiatan persekutuan pemuda. Namun kalau acara jalan-jalan, manggang-manggang, keluar kota, baru deh ikutan. Dengan prinsip “sekalian refreshing”. Malah sejujurnya, refreshing adalah tujuan utama gw join saat ada kegiatan bersama pemuda gereja. Saat itulah gw sadar sungguh betapa tidak-dewasanya gw.

Tanggal 27 Desember kemarin mereka bikin acara natal buat para pemuda Gereja Methodist di wilayah Tamil. Mereka ingin membangkitkan Christian-spirit (dan juga Christmas-spirit) buat anak muda di sini dengan harapan bisa meneruskan pergumulan para pemuda Singapur ini karena memang tidak selamanya mereka bisa terus-terusan mengunjungi Tamil-Srilanka. Gw benar-benar kagum sama 9 pemuda ini. Mereka, anak muda yang semuanya LEBIH MUDA daripada gw, benar-benar memberkati dan mengajari gw apa itu artinya HIDUP dan HIDUP yang tidak sia-sia. Sungguh tragis menjalani hidup hanya berpikir akan pipi yang terlalu tembem, rambut yang sering rontok, jerawat yang ga ilang2, perut yang ga rata, dan sering merasa bosan sama rutinitas (isi hati sang penulis –Yolanda-). Ada buanyaaaaakkkk hal yang harus kita lakukan untuk menjalani hidup menjadi lebih berarti, bukan hanya terfokus terhadap ke-AKU-an. Aku lapar, aku belum naik gaji, aku belum naik pangkat, aku baru putus, aku pingin travelling, dan aku aku aku lainnya yang membuat kita berpikir bahwa “Aku tidak bahagia.”

Real happiness doesn’t come from getting everything you want, it comes from sharing what you have with people who matter.

Semoga apa yang mereka gumulkan dan rindukan akan etnis mereka bisa terjawab. Memang ga bisa kelihatan hasilnya secara instan, pastinya dibutuhkan waktu untuk dapat memetik buah dari benih yang ditabur. Namun jika kita menabur dengan doa dan keyakinan di dalam Tuhan, pastinya tiada yang mustahil BagiNya.

Gw yakin seyakin-yakinnya pelayanan 7 hari mereka di sini bisa berdampak positif dan menjadi berkat bagi orang lain (setidaknya sudah sangat memberkati gw). Mereka ngajarin gw untuk ga egois hanya memikirkan KESELAMATAN gw sendiri. Mereka mengajari gw bahwa kebahagiaan sejati itu bukan apa yang tampak oleh mata manusia. Karena kebahagiaan yang tampak oleh mata manusia akan hilang saat manusia tersebut kembali menjadi abu.

Create a life that feels good on the inside, not one that just looks good on the outside (Quotes).
Selamat menjalani tahun 2016 dengan lebih berarti,kawan.